Home » » 11 Istilah Perkawinan Suku Batak Toba

11 Istilah Perkawinan Suku Batak Toba

Written By Unknown on Friday, 4 December 2015 | 13:02

Perkawinan dalam suku Batak sejak jaman nenek moyang orang Batak adalah satu tardisi adat dan budaya yang menyatukan dua kerabat laki-laki dan perempuan. Dengan berbagai alasan baik dari faktor penyelamatan harta kekayaan ataupun keturunan, banyak jenis-jenis perkawinan yang sejak dulu diatur dalam Adat Batak, khususnya Batak Toba diberbagai tempat di Bonapasogit.
Berikut Istilah Perkawinan suku Batak Toba yang masih di anggap sah dalam adat Batak Toba dirangkum oleh Gobatak dari berbagai sumber yang patut Anda diketahui.
1. Mahiturun atau Mahuempe.
Perkawinan ini terjadi karna desakan(inisiatif) seorang gadis untuk mendapatkan pemuda pujaan hatinya. Dahulu perkawinan mahiturun ini ada dikarenakan beberapa alasan, hampir sama faktornya dengan mangalua, orangtua si gadis tidak merestui pergaulan anaknya dengan seorang pemuda dengan alasan tertentu. Bisa juga dikarena orangtua yang terlalu memingit anak gadisnya dan melarang bergaul dengan pemuda lain. Biasanya bentuk perkawinan mahiturun atau mahuempe ini atas kemauannya seorang gadisi dan ditemani oleh gadis-gadis lain untuk menemui pemuda pujaan hatinya.
2. Panoroni.
Perkawinan untuk menggantikan istri yang meninggal. Jika masih mempunyai anak yang masih kecil-kecil sang suami yang sudah berstatus duda bisa mecari dan mengawini seorang wanita untuk dijadikan istri. Dalam hal ini sang suami dapat memberitahukan rencana untuk menikah kembali kepada pihak keluarga istri yang pertama, namun ada juga yang tidak. Panoroni bisa juga dilaksanakan oleh karena beberapa alasan, diantarnya jika sang suami sudah tua, dan mempunyai anak serta cucu yang tinggalnya berjauhan agar sang bapak memiliki teman di ahkir hidupnya
3. Mangalua.
Mangalua merupakan kebalikan dari mahiturun, yaitu kawin lari antara seorang gadis dan pemuda dengan keinginan bersama atas inisiatif laki-laki. Hingga saat ini mangalua atau kawin lari masih sering terjadi. Kejadian ini dapat terjadi karenakan salah satu dari orangtua dari kedua mempelai tidak direstui. Biasanya terjadi karna ketidak sanggupan keluarga laki-laki membayar adat (sinamot). Pengantin bisa membayar adat dengan melaksanakan adat perkawinan sesudah punya anak hingga meluluhkan hati orangtua yang pada ahkirnya merestui pernikahan anaknya.
4. Mangabing Boru.
Hampir sama artinya dengan mangalua namun mangabing boru termasuk pada tingkatan kawin lari secara paksa. Disini yang paling dominan berperan adalah pihak laki-laki. Seorang pemuda yang sangat mencitai gadis dambaan hatinya dan lamarannya ditolak secara sepihak oleh orang tua, maka demi menutupi malu dan didorong rasa cintanya yang berapi-api, maka si pemuda mengajak beberapa orang temannya untuk menculik si gadis dan membawa si gadis kerumahnya untuk dijadikan istri. Dulu perbuatan ini dianggap melanggar norma adat ataupun perbuatan asusila bisa dilamporkan ke pihak berwajib tentang penculikan. Biasanya kejadian seperti ini akan diselesaikan secara baik-baik hingga proses perkawinan normal seperti biasanya.
5. Marimbang atau Tungkot.
Jenis perkawinan ini sama artinya dengan Bigami atau Poligami. Sejak dulu sudah banyak lelaki yang malakukan poligami dan biasanya dengan alasan untuk memperoleh keturunan laki-laki. Bagi suku Batak anak laki-laki adalah penerus marga, tanpa anak laki-laki status sosial menjadi GABE (maranak dan marboru) tidak Sangap. Tetapi ada juga yang bermaksud memperbesar kekeluargaan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraaan atau disebut pabidang panggagatan(melebarkan lapangan tempat merumput). Dalam kasus perkawinan bigami(marsidua-dua) kedudukan istri kedua sangat seimbang dengan istri pertama, sebab itu disebut marimbang. atau yang lain yaitu si istri pertama memilih istri kedua dari kalangan keluarga terdekat dan disebut tungkot(tongkat).
6. Singkap Rere.
Sebagiani ada yang menyebutnya ganti mandar atau ganti tikar (rere). Perkawinan seorang wanita yang telah menjanda dengan adik iparnya (adik dari mendiang suaminya) . Jika seorang suami meninggal, maka akan timbul masalah bagi si janda untuk penghidupannya di kemudian hari dan jika si janda masih sehat dan masih mampu memberikan keturunan dan tidak keberatan untuk kawin lagi maka yang pertama harus dipertimbangkan menjadi calon suaminya ialah adik laki-laki dari si suami yang meninggal,atas dasar ‘ganti tikar’(singkap rere). Kalau pria yang mengawini si janda ialah adik atau abang kandung si suami atau saudara semarga yang sangat dekat dengan almarhum, maka istilah perkawinannya disebut pagodanghon atau pareakkon.
7. Manghabia.
Kejadian ini sudah sangat jarang sekali terjadi karena merusak Partuturon (silsilah). Jaman dahulu, biasanya seorang kakek yang sudah berstatus duda dapat mengawini parumaen (menantu perempuan) dimana suaminya (anak dari kakek tersebut) sudah meninggal. Singkatnya parumaen jadi istri dari mertuanya. Belum jelas apa sebenarnya faktor utama mengapa jenis pernikahan ini diakui dalam adat Batak Toba, beberapa sumber menyebutkan adalah untuk menyelamatkan garis keturunan dan harta warisan, agar parumaennya tidak menjadi istri diluar marga suaminya. Juga ada yang menceritakan, bahwa itu adalah hak dari keluarga tersebut (pihak laki-laki) untuk menjaga garis keturuanannya.
8. Parumaen di Losung.
Perkawinan ini adalah bentuk ikatan karena utang. Dulu jika satu keluarga memiliki anak gadis yang banyak, orangtuanya dapat menggunakan anak gadisnya sebagai agunan utang si bapak. Biasanya ini lakukan oleh latar belakang ekonomi. Jika seorang bapak mempunyai utang pada seseorang dan belum mampu melunasinya, maka sebagai agunan utangnya dia menyerahkan anak gadisnya untuk dipertunangkan kepada anak si pemberi utang.
9. Marsonduk Hela.
Perkawinan marsonduk hela ini hampir sama dengan perkawinan biasa, akan tetapi karena mas kawin(sinamot) yang harus diserahkan kurang, maka diputuskan si laki-laki itu menjadi menantunya dan dia akan tinggal bersama mertuanya untuk membantu segala pekerjaan dari mulai pekerjaan rumah sampai sawah. Ibarat konsekuensi sinamot kurang itu digenapi. Namun pihak sinonduk hela(menantu) tidak seumur hidup harus tinggal berasama mertuanya, jika keadaan sudah memungkinkan dia dapat pindah di rumahnya sendiri.
10. Manggogoi.
Perkawinan ini terjadi dikarenakan setelah digauli paksa. Dulu jika seorang laki-laki menggauli perempuan secara paksa(manggogoi) ada dua hal yang mungkin terjadi. Jika si perempuan bersedia melanjutkan kasusnya ke arah perkawinan yang resmi, maka prosedurnya sama dengan Mangabing Boru. Tetapi jika perempuan tidak mengenal pria tersebut dan tidak bersedia dikawinkan maka akan dikenakan hukum pelanggaran susila, hukumannya ialah hukuman mati.
11. Dipaorohon.
Dipaorohon adalah proses perkawninan dengan pertunangan semasa anak-anak. Pertunangan anak-anak pada jaman dahulu bukanlah hal yang aneh, hal ini sering dilakukan oleh raja-raja dahulu. Beberapa alasan mempertunangkan anak-anak: hubungan persahabatan/ kekeluargaan, seseorang tidak mampu membayar utang kepada pemberi utang, dan lain-lain.

 

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

SDT PAID TO READ EMAILS

LINK QUIZ






 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. abner lumbantoruan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger