Taukah kau.?dikolam penampungan air di tepi jalan Afdeling itu,masih
jelas terpatri nama kita berdua,tulisan itu seakan jadi saksi bisu
selama hampir sewindu,yang dapat kau saksikan hingga kini,kala kau rindu
akan masalalu kita yang indah dan manis itu,kala kau rindu akan
romantika perjananan cinta kita dahulu,kala kau pulang kekampung
halaman kita dulu, namun semua itu sudah sirna,yang ada hanya tinggal
sebuah cerita dan kenangan,karena kutau,ternyata tak pernah lagi kembali
dalam waktu yang cukup lama,sendiri aku menyaksikan guratan itu,tanpa
kau ada disisiku”
Hanya ada dua baris nama,namaku dan namamu,namun dibalik dari guratan
itu,mewakili puluhan bahkan ratusan kisah yang pernah kita jalani
bersama,bahkan andai dapat bercerita tulisan yang terpatri di bibir bak
air itu pasti tak akan ada habisnya bercerita sepanjang malam akan semua
kisah dan romatika cinta yang ahirnya terpasung oleh status keluarga
kita yang katanya berbeda itu.
Aku masih ingat betapa remuk redam-nya hatiku kala itu,saat orang
tuamu menyebut aku sebagai kelas budak dan tak pantas untuk berteman
denganmu,namun kusadari ucapan orang tuamu itu benar,aku sadari itu,aku
hanyalah anak seorang buruh kebun pemetik daun teh.yang memang tak
pantas bergaul denganmu,apalagi memiliki cintamu,ah..aku hanya bermimpi
kala itu..!!
betapa bodohnya dan tak tau dirinya aku saat itu,saban hari aku hanya
bergelut dengan pucuk-pucuk daun teh,berteman dengan Keranjang
bambu,yang ukuranya selalu menenggelamkan tubuhku yang mungil.
Jari tanganku yang selalu menghitam dan kapalan,karena getah daun teh,
Pagi subuh yang masih gelap,aku sudah harus melewati pasar kuda,menembus
butiran embun yang masih menempel didedaunan teh hingga basah kuyup.
Suara lolongan panjang Suling yang berkumandang dari Pabrik tua
peninggalan Belanda itu seakan komando buat kami agar segera
bergegas,bergegas dan berangkat menuju Kebun teh yang menghampar luas
itu..!!
Sementara kau?anak seorang mandor besar,yang punya kuasa di afdeling
itu,bukan saja kuasa tapi juga disegani dan ditakuti,dan ibumu seorang
pendidik.
Semua perbedaan yang kita miliki bak Langit dan Bumi,bahkan menjadi
sekat pembatas buat kita,hingga pada ahirnya batasan itu ibarat sebuah
tembok yang tinggi,kokoh yang tak lagi dapat kulalui,aku menyerah..!!
Sejak orang tuamu mengusirku dari rumah mu kala itu,sekaligus ucapan
orang tuamu yang meluluh lantak kan perasanku kala itu,malam itu aku
berjalan ke arah yang tak menentu,kaki ku terus melangkah dan
melangkah,tanpa arah yang jelas,dadaku bagai terhujam pisau yang amat
tajam,hatiku amat teriris dan terluka,kakiku terus melangkah melewati
pasar kuda,menembus pekatnya malam nan dingin,butir-butir embun yang
masih menempel diatas dedaunan teh,seketika membasahi seluruh
bajuku,sejenak aku terdiam,kaku dan mematung,seketika mataku menatap
sekeliling,ternyata aku sudah sampai diatas bukit kembar,bukit yang
jaraknya sudah jauh dari pondok kita itu,kuhempaskan tubuhku diatas
rerimbunan daun teh itu,melepaskan semua rasa berkecamuk yang menyesaki
dadaku,mataku menatap menerawang nun jauh kelangit hitam diatas
sana,suara jangkrik dan binatang malam menemani kesepian dan kesedihanku
kala itu.
Satu tahun waktu yang sangat lama dan serasa begitu menyiksa
batinku,untuk segera lulus dari SMA,agar segera pergi meninggalkan
afdeling ini,sekaligus meninggalkan luka yang sempat menganga
dihatiku,satu tahun terasa bagai terpenjara seratus tahun bagiku,untuk
tak lagi bertemu denganmu,walaupun kita berada tinggal di afdeling yang
sama.
Selulus sma,aku sengaja pergi jauh,sejauh mungkin,berharap dapat melupakan segala kenangan itu.
hingga ahirnya aku berlabuh di Pulau Jawa,kota yang kala itu masih
terasing bagiku,kota yang dijuluki kota kaum terdidik dan terpelajar
itu.
Hingga pada suatu ketika,ahirnya aku diterima masuk di Universitas yang sangat ku impi impikan itu,
UGM,ya,,Gajah Mada,!!.betapa bangganya dulu aku saat diterima masuk di
universitas ini,ingin rasanya berbagi kebahagiaan itu kepadamu,bahkan
tak dapat terlukiskan dengan kata-kata,seketika aku melonjak
kegirangan,saat kulihat namaku terpampang,berulang kali kucoba
meyakinkan diriku sendiri dengan mengusap mataku berkali kali,seketika
itu,ingin sekali rasanya meberitahukan kabar baik itu pada dirimu yang
jauh disana,namun..!! lagi-lagi aku harus tetap konsisten pada sebuah
janji,janji tak tertulis yang sudah kusepakati bersama orang tua mu
dulu.janji yang sebenarnya amat kubenci itu.
aku hanya berharap ,mpianmu juga terkabul untuk masuk di perguruan tinggi yang selalu kau idam-idamkan itu,
universitas yang kau sebut mencetak orang-orang kredibel,idealis,punya
intregritas tinggi,menghasilkan kaum Intelektual muda yang bakal
diperhitungkan setidaknya dalam lingkup nasional.
“wow…”kataku kagum kala itu saat mendengar pandanganmu yang jauh kedepan dengan rasa optimis.
Waktu berlalu,delapan tahun kemudian,aku pulang ke kampung halaman
kita,tanpa sengaja aku berpapasan dengan orang tua mu,yang dulu
kupanggil”Tulang mandor”itu,tubuhnya kian tua dan ringkih,rambutnya
semakin ditumbuhi banyak uban,tanganya yang dulu kekar,kini menyembul
urat urat,wajahnya yang dulu terlihat sangar dan penuh wibawa,menandakan
sosok Mandor besar,kini tampak kuyu dan lemah.
“sejak tak lagi mandor di afdeling ini,aku lebih sering sakit sakitan bere.”
Kata Tulang itu kepadaku lirih..
diujung perbincangan kami sore itu.
Aku sengaja tak mengungkit atau menanyakan kabar putrinya yang pernah
menghiasi relung hatiku,karena samar samar kabar dameyanti yang tak
pernah kunjung pulang itu,juga pernah sampai ketelingaku dari para
kerabat maupun kawan sekampung kala itu..
Ia menarik nafas dalam-dalam,sorot matanya menatap kearah deretan
foto-foto berbingkai yang terpajang berderet didinding tembok rumah yang
kian kusam itu,foto kelima anaknya dalam pose saat diwisuda dan
mengenakan Toga dan jubah hitam kebesaran dibeberapa Universitas,namun
foto Dameyanti mengenakan toga sama sekali tak tampak terpajang disana.
“Dameyanti..gadis yang dulu kau cintai itu,sudah delapan tahun tak ada kabar,sejak lulus sma dan berangkat ke Batam bere..”
katanya lirih,matanya terlihat berkaca kaca,perasaan-nya terlihat kembali berkecamuk.
kemudian ia diam sejenak,seakan ingin memutar kembali masa lalu.
“Dan gara gara memikirkan itu jugalah Nantulang mu jadi sakit sakitan,dan meninggal dua tahun yang lalu.”
katanya melanjutkan..dengan suara tercekat dan terbata bata..
Tiba-tiba,mulutku serasa tertutup rapat,lidahku serasa kelu,tak
sanggup lagi mengucap sepatah kata pun mendengar berita itu,aku hanya
bisa terduduk membisu.
Ungkapan penyesalan yang begitu dalam ahirnya muncul dari Tulang
itu.namun aku masih tetap diam,biarlah semua masa lalu itu kusimpan
dalam diam,dilubuk hati terdalam,dan Dameyanti orang yang pernah
kucintai itu,akan pulang suatu hari nanti dan berkumpul bersama orang
tua,beserta orang yang dicintainya,suami dan anak-anak nya kelak.
Kepulanganku yang kedua kekampung halaman,beserta keluarga
kecilku,sengaja aku berhenti sejenak di bak penampungan air itu.bak
penampung air hujan yang biasanya dipakai untuk menyemprot daun teh
selama musim kemarau.Disana kuceritakan secuil kisah itu kepada Revalina
istriku,dan Christian anak pertamaku yang sudah berumur tujuh tahun
itu,.bahwa ayahnya dahulu punya kisah cinta yang menarik dibalik goresan
tulisan itu,dengan seorang gadis bernama Dameyanti,yang hingga kini tak
pernah kembali dan juga kabar beritanya.
Chirstian mengeja tulisan itu dengan seksama.
“Antonius..love..Damayanti…!!”
Sementara Revalina,tersenyum simpul,sambil menatap kearahku penuh pengertian.
Demikian…
Note:Afdeling adalah sebuah pemukiman/perumahan karyawan
Perkebunan Teh Sidamanik PTPN2,Afdeling sendiri diadopsi dari bahasa
Belanda.
Home »
» Kasih tak Sampai Dari Afdeling
Kasih tak Sampai Dari Afdeling
Written By Unknown on Friday, 4 December 2015 | 13:29
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 comments:
Post a Comment