Home » » Cerpen: Rumah Usang dan Kisah yang Menyertainya

Cerpen: Rumah Usang dan Kisah yang Menyertainya

Written By Unknown on Friday, 4 December 2015 | 12:52

(Sebuah Cerpen,diangkat dari kisah nyata) “Kampung ini jadi terasa asing bagiku bang,semakin lama semakin aku tak meridukanya,kampung ini juga seperti tak menyambutku,terasa dingin dan kaku….”
Katanya padaku suatu ketika dalam obrolan singkat kami didepan sebuah rumah panggung,rumah usang berdinding papan,yang sudah lapuk,kusam dan reyot.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan berusaha memahami maksud ucapannya.
Sorot matanya menatap nanar,ke arah rumah berpanggung,yang bagian belakangnya hanya menyisakan tiang-tiang kayu penyangga,yang kian reyot dan rapuh.
hanya menyisakan bagian depannya saja,halamanya tampak ditumbuhi rumput liar,lalang dan tumbuhan sejenis perdu yang tumbuh tinggi.

Ya..itulah rumah masa kecilnya,seribu satu kenangan tersimpan disana,ia lahir dan tumbuh sampai usia delapan tahun dirumah itu,atau sejak kelas 3 sekolah dasar.
Diusia yang masih amat belia,mereka harus kehilangan ibu nya,meninggal karena sakit,dan dua tahun kemudian,ia bersama adik perempuanya Farida,harus hidup dan tinggal dirumah Bapa uda nya,yang tak jauh dari rumah mereka,adakalanya mereka pindah kerumah namborunya,juga yang tak jauh dari sana.
Sejak Ayah mereka pergi entah kemana,kabarnya menikah lagi dengan perempuan lain di daerah Pekan Baru sana,praktis kehidupan mereka berdua kian tak menentu.
Ahirnya sampai lulus SD.ia tinggal dirumah namborunya,dan setelah merasa yakin,dengan diusianya yang masih sangat belia,13 tahun,ia harus pergi meninggalkan rumah namborunya,dan menjalani kerasnya kehidupan di terminal,awalnya ia nekat mencoba peruntungan degan menyemir sepatu,diterminal Parluasan Siantar,saban hari ia berkutat dengan semir,busa dan lap sepatu,demi menyambung hidup.
Kerasnya kehidupan dunia terminal,kian lama kian mengasah dan menempanya menjadi orang yang bejiwa baja,keras dan tangguh.
Dua tahun lebih ia lakoni sebagai penyemir sepatu diterminal,pahit getirnya kehidupan ia alami dan rasakan,pun demikian,ia tak terbawa arus,nakal dan bandal,walau hari harinya selalu lekat degan kehidupan jalanan yang terkenal keras dan kejam.
Tiap kali menyemir sepatu,ia tak pernah menentukan berapa tarif yg haruw dibayar oleh siempunya sepatu.
“Pangalean ni datulang ma..”begitu selalu ucapanya dengan wajah tertunduk dan agak memelas,tiap kali ditanya oleh si empunya sepatu usai menyemir.
dan biasanya ia selalu mendapat bayaran diatas tarif,karena si empunya sepatu merasa agak terkesan,simpatik ditambah sedikit rasa iba kepadanya.
Berbeda halnya dengan para penyemir sepatu lainnya misalnya,yang terkadang berbuat curang dan nakal kepada si empunya sepatu,entah itu dibawa kabur,dipaksa agar sepatunya disemir atau malah sengaja disobek kemudian dijahit paksa sendiri,walau tak seijin pemiliknya.
Dua tahun lebih ia jalani sebagai penyemir sepatu dikisaran terminal Parluasan dan sekitarnya.
Hingga tiba pada suatu hari,ia menyemir sepatu seorang Bapak bapak yang sedang makan mie goreng dekat Terminal Parluasan,dijalan Gotong royong.
Selama menyemir sepatu itu,ternyata si empunya sepatu memperhatikan dan mengamatinya daritadi.
Usai menyemir,kemudian siempunya sepatu menanyakan marganya,yang ternyata semarga dengannya.
“Amang tahe anggikku do hape..”kata si bapak tadi,begitu mereka berkenalan.
Kemudian dia diajak kerumah si bapak tadi,yang kemudian dipanggilnya Bapa Tua.
Sekaligus,inilah kisah ahir ia meninggalkan dunia semir memyemir sepatu.
Ia kemudian di asuh dan dijadikan anak angkat oleh bapa tuanya tadi,dan tinggal masih di kisaran Pematang siantar,kemudian disekolahkan masuk smp.hingga lulus,setelah itu masuk sma,dan tiga tahun kemudian,ia pun lulus sma.
Selulus sma,ia memilih merantau ke Jakarta.
Masa-masa awal dijakarta,ia berjualan koran,air minum mineral,diterminal,hingga jadi kondektur metro mini,semua ia lakoni,ia tak mau tergantung kepada kerabat dan keluarga bapa tua angkatnya yang ada dijakarta.
Ia sadar betul,ia tak punya apa-apa yang bisa diandalkan,hanya kerja keras,ketekunan dan keuletan lah yang dapat merubah nasibnya,agar kelak bisa lebih baik,walau keinginan dan impianya hanya sederhana dan tak muluk-muluk.
ia benar-benar mengandalkan”Habengoton”selama diperantauan.disela-sela kegiatannya itu,ia juga melanjutkan kuliah disalah satu universitas swasta didaerah Jakarta timur.
Kini usianya sudah mendekati 23 tahun,dan dua tahun yang lalu,ia lulus tes cpns.sebuah pencapaian melebihi apa yang dia cita-citakan dan impikan sebenarnya.
Ia bisa menang hanya mengandalkan doa dan nasib,sesuatu yang amat jarang dan langka sebenarnya,apalagi saat ini.
Ia sampai menangis,melukiskan kegembiraan-nya kala ia tau namanya masuk dalam daftar cpns yang lulus kala itu,berulang kali ia meyakinkan dirinya bahwa ia sedang tidak bermimpi melihat nama dan nomor peserta nya muncul
Ia melonjak kegirangan,bahkan menangis tersedu sedu bagai seorang anak kecil,melukiskan kegembiraannya kala itu,ingin sekali rasanya memberi kabar bahagia itu kepada bapak dan ibunya,pula kepada iboto nya Farida,namun semua itu tak mungkin.
Ia tak lagi tau dimana Bapaknya,ia tak lagi bisa berbicara menyampaikan kabar baik itu pada Ibunya yang telah 15 tahun meninggal dunia,sementara Ibotonya Farida?sudah hampir 5 tahun tak ada kabar.
Sedih memang..!!
“Aku menangis meratapi nasibku kala itu bang.semua serasa campur aduk,aku ingin berbagi kebahagiaan dan sukacita yg sedang kurasakan,namun,alangkah lebih sedihnya ternyata ketika mendapati kenyataan bahwa kebahagiaan yg sedang kita rasakan itu,tak tau kemana hendak disampaikan dan bagikan.”katanya padaku dengan wajah sedih,sorot matanya menatap hampa
Kini,ia sudah bekerja disalah satu Dinas Instansi Pemprov DKI Jakarta.
Dua tahun kemudian.
Ia kembali kekampung halaman,menjejakkan kakinya di depan rumah yang menyimpan seribu satu kenangan dalam benaknya,Rumah tempat dimana dahulu ia dilahirkan,penuh kenangan walaupun hanya sesaat.
Rumah panggung yang reyot,berdinding papan lusuh dan lapuk,tinggal menunggu waktu rubuh.seakan jadi saksi bisu akan semua masa lalu yang masih jelas dalam ingatan nya,walau menyisakan kesedihan.
“Ah..aku masih bisa bayangkan sebuah kehidupan masa lalu dirumah ini bang..”katanya kepadaku diujung percakapan kami sambil langkah kakinya mendekat kearah pintu Rumah itu.
Dibulan Juli,tahun yang lalu,ia sengaja minta ijin cuti dari kantor,ia menceritakan tujuan utamanya pulang kampung yaitu mencari keberadaan adik perempuanya,Farida,yang telah 5 tahun tak ada kabar dan berita,sekaligus ingin jiarah le makam ibunya.
Mendengar cerita itu,si Bos,yang asli dari Solok,Sumatera Barat itu,langsung memberi ijin cuti selama delapan hari.
“Semoga kau dipertemukan dengan adik mu farida,harapan saya begitu,segeralah urus segala keperluan mu..”kata si bos sambil menandatangani secarik kertas diatas meja.
Dua hari kemudian,ia pulang kampung ke Siantar.
Sesampai di siantar,ia sengaja menyewa mobil rental selama 4 hari.
Pencarian jejak adiknya farida pun dimulai,mulai dari teman sekolah,hingga kenalan adiknya itu dijumpai satu per satu,mulai dari Batu anam,kampung karo,tanah jawa,sampai dolok melangir,bahkan sampai ke medan,namun hasilnya nihil.!!
Hari ke lima ia kekampung,walaupun selama pencarian empat hari tak menunjukkan titik terang keberadaan adik saru satunya itu,ia merasa yakin dan optimis,suatu saat ia akan berjumpa dengan adiknya itu.
“Entah kenapa bang,aku merasa yakin sekali suatu saat bejumpa dengan iboto ku itu..”katanya padaku penuh harap.
Sore,sekitar pukul empat,ia berjalan lunglai,menuju ke makam ibunya,jaraknya tak begitu jauh dari bekas rumah mereka.
Ia bersujud persis disamping makam itu,tatapan matanya penuh hampa,jiwanya bak kering,matanya berkaca kaca,tak lama kemudian ia menangis.
“Tak adil rasanya dunia ini bagiku mak,begitu pahit perjalanan hidup yang harus kulalui,tanpa kau,bapak,bahkan ito farida…aku bagai manusia gagal,yang tak mampu menjaga adikku,aku bagai laki laki yang tak bertanggung jawab..aku tak tau kemana lagi harus mencari farida,aku rindu kepadanya,seperti hal nya aku merindukan mu mak,tapi…”mulutnya seperti tiba tiba tertutup,lidahknya bagai terasa kaku..ia seperti tak mampu melanjutkan kata katanya.
“Aku tidak pernah merindukan bapak,dan aku sangat membecinya,sampai kapan pun..maafkan atas keputusanku ini mak,terlalu banyak derita yang kami tanggung sejak kepergian bapak,apalagi setelah mengetahui ia menikah lagi dengan wanita lain,aku marah,kesal,benci dan seribu alasan lagi untuk membuatku membecinya,ia seperti menghianati cintamu,suami yg dulu kau sayangi,ia mencapkkan kami,bagai batang batang padi yang usai dituai bulir padinya,dibuang dan dicampakkan begitu saja,seolah tak berarti.
Aku sama farida,bagai anak ayam kehilangan induknya,hari-hari kami lalui penuh dengan hati yang terluka,tak tau berbuat apa,kami hanya bisa menangis dan menangis.
Satu satunya tempat kami mengadu,hanya namboru,ya..namboru..disanalah separuh perjalanan usia kanak-kanak ku,bersama Farida terlewati,hingga pada suatu waktu,aku dipertemukan dengan seorang Bapa Tua,yang kuanggap sebagai malaikat utusan Tuhan,seorang Bapa tua yang sangat baik hati,aku dibesarkan,dia pulalah yg menjadikanku mulai mengenal kehidupan dunia ini secara realistis,ia menjadikanku manusia yang kuat,sekuat baja,keras,sekeras intan,ia menempaku jd manusia yang tak gampang menyerah,mengaj
ariku arti kehidupan,penuh bersyukur,menuntunku melihat bentangan cakrawala dunia yang lebih,luas tanpa batas..ya..semua itu patut aku syukuri…
Kali ini,ijinkan aku mengeluh,aku ingin tumpahkan segala keluh kesahku padamu mak,walau kutau ini semua hanya sia-sia,izinkan aku menangis diatas pusara mu ini…setidaknya dengan begitu,rasa penat yang menyesaki dadaku selama bertahun tahun lamanya sedikit lega rasanya….
Tau kah kau mak?kabar berita turut kusampaikan padamu…”
Suaranya kembali tercekat..ia seakan tak mampu melanjutkan kata katanya….
Kemudian ia melanjutkan..
“aku sekarang sudah pegawai di Jakarta,ini semua berkat kuasa dan kemurahan Tuhan….”ia menangis sesengukan,
“Mauliate ma Inong,nauli nabasa,paroha naburju,tak pernah kusangka aku bisa PNS,sedikitpu tak pernah..!!aku dapat hidup dan bertahan hidup ditanah rantau,sesuatu yang patut aku syukuri,tak muluk muluk,itu saja doa ku setiap hari…namun ternyata Tuhan punya jawaban lain atas doa ku mak,aku bahagia mak,aku senang sekali,walau aku harus menangis merayakan semua kebahagian ini…
Kini satu tugas lagi yang belum bisa kuwujudkan,yaitu mencari ito farida,kirannya,atas petunjuk Tuhan,aku segera bertemu dengan boru siampudan mu itu….”
Kemudian ia membasuh wajahnya dengan air,dan menaburi aneka bunga-bunga diatas makam ibunya itu.
“Aku pergi dulu ya mak…”katanya sambil berlalu meninggalkan makam ibunya itu,disore yang kian menjelang.
Hari ke delapan,sebelum kembali ke Jakarta,ia mengunjungi rumah namboru dan bapa udanya dikampung itu,dan berpesan agar menyampaikan kepadanya,sekiranya ada informasi mengenai keberadaan farida,sekecil apapun informasi itu sangat berharga baginya.
Dan ke esok harinya,ia kembali ke jakarta.
meskipun tanpa hasil dan mendapat satu titik terang keberadaan iboto nya itu.
Waktu pun berlaluDua Bulan kemudian.
Disela-sela jam kerja kantor,ponselnya berdering,terlihat dilayar,sipenelepon adalah namborunya dari kampung.
“Horas ito…boa kabar mu,sehat doho?boha karejom,denggan do sude kan ito..?”kata namborunya dari seberang telepon
“Horas namboru,kabar baik,sehat-sehat do namboru,karejo lancar,boha kabar ni halak namboru sehat do kan..?jawabnya sambil menyerderkan tubuhnya dikursi meja kantornya itu.
“Sehat do ito..mauliate ma di Tuhan…”
“Eh…boti dabah ito…”lanjut namboru nya itu dari seberang.
“Aha mai namboru…”
“Dua ari nasalpu,adong martelepon tu au,sada anak boru,ninna dongan ni si Farida,jala paboahon lagi dibagasan parsahiton ibana nuaeng..”
“Hah….tungu sebentar ya namboru,tunggu..tunggu ya.”katanya sambil meninggalkan ruangan,sambil bergegas mencari tempat yang sepi,dibelakang kantor itu,agar bisa fokus menyimak informasi penting yang disampaikan oleh namborunya itu.
“Haloo…namboru..trus dimana katanya dia..?”katanya melanjutkan percakan tadi penuh semangat dan berapi-api.
“Eh..imadah ito,dang sempat dipaboa,jala dang sompat husukkun,alana langsung putus do telepon nami i.”
“Sai hupaima ima do nian,atik bea manelepon muse,hape nungga 2 ari dang ditelepon..:kata namborunya melanjutkan.
“Nomor yang nelepon namboru simpan gak?”
“Nungga disimpan laem nian,alai dicoba dihubungi,dang boi masuk..”
“Coba kirim nomornya itu naboru,biar aku yang telepon orang itu..”katanya diujung percakapan mereka.
Nomor itupun dikirimkan,melalui pesan singkat
Dan setelah diamati,nomor itu ternyata bukan provider asal indonesia,namun salah satu Perusahaan Provider seluler yang beroperasi di Negara Malaysia.!!
“Hah..kok nomor dari Malaysia.?”katanya sambil mengeritkan keningnya.
Pikiranya kian memunculkan opini yg macam macam.
“Kalau memang benar,kok bisa sampai farida ke Malaysia.?trus darimana dia dapat nomor hp namboru.?sementara dia tak pernah pulang ke kampung dlm kurun waktu yang lama,siapa yang berikan nomor hp namboru kepada farida?”benaknya selalau bertanya tanya.ah..tak apalah,yang jelas sudah ada titik terang keberadaan itoku itu.walau informasinya masih sumir..”bathinya.
Setelah itu,ia berusaha menghubungi nomor itu,hingga berkali-kali,namun jawaban yang diterima selalu dialihkan atau malah”mail box”
iapun tak menyerah,ia mencoba dan mencoba terus,hingga puluhan kali.
Ia sadar,hanya inilah satu-satunya kesempatan untuk mencari tahu informasi tentang keberadaan farida.
Hingga pada ahirnya,ia kembali menghubungi nomor itu,dan tersambung.
“Haloo….”suara perempuan terdengar menyapa dari seberang telepon.
“Ya..halo..haloo…maaf,ini dengan siapa ya?ini farida bukan..?”tanya nya dengan semangat.
“oh..farida lagi di Hospital,saya kawanya,encik siapa..?tanya suara perempuan itu dari seberang.
“Ini di Malaysia ya?”
“Ia betul encik..”
“Saya H****an, abangnya farida,kalau boleh saya tau,farida di rumah sakit apa di malaysia..?”
“Hospitaly.xxxxx…negara bagian Sabah..”jawab perempuan itu dari seberang.Kemudian hari itu juga ia,menyiapkan segala keperluan,dan kembali mendatangai Bos nya,dan si Bos pun tak pikir panjang lagi,langsung menyetujui izin cuti selama tiga hari,si bos juga merasa senang mendapat kabar berita itu dari anak buahnya.
Esok harinya,ia mengurus segala berkas dan dokumen perjalanan,mengurus visa dan paspor ke kantor Kedutaan Malaysia di jalan Rasuna Said Kuningan.
Hari berikutnya ia terbang ke Malaysia,sepanjang perjalanan didalam pesawat,ia membayangkan wajah ibotonya itu,perasaannya antara sedih dan bahagia,sedih kala mengetahui adiknya sedang terbaring sakit dan tak berdaya dirumah sakit,dinegara lain pula.Bahagia,karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan adiknya itu,keadaan dan situasi harus memisahkan mereka dlm kurun waktu yang cukup lama.ah..kasihan sekali nasib ibotoku ini,bathin nya seakan menggugat.
Belum lagi pertanyan-pertanyaan lainya yang menyelubungi pikirannya,kenapa bisa sampai dia ke malaysia,siapa yang bawa dia,kerja apa dia disana,dan sakit apa farida?yang pertanyaan lain nya…
Pesawat berjenis Boing 737 berwarna merah dominan yang ia tumpangi dari Bandara Soekarno Hatta itu ahirnya tiba di Air Port Kuala Lumpur Malaysia,dan setiba disana ia segera mencari taxi untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Sabah.
Dan sebelum tiba di Sabah,ia sudah menghubungi teman perempuan adiknya itu.
Kemudian mereka bertemu sekaligus berkenalan singkat di Loby Gedung Hospital itu.
“Sri Sulastri…”kata perempuan itu memperkenalkan diri sambil mereka saling berjabat tangan,kemudian mereka ngobrol sejenak,sekedar basa-basi.dan ternyata ia berasal dari Jember,Jawa Timur.seorang Pekerja Imigran yang sudah enam tahun bekerja dan berdomisili di negeri Jiran itu.
Kemudian gadis itu megajaknya ke lantai 8 Hospital itu,tempat dimana Farida sedang dirawat.
Tak sabar rasanya ia ingin segera bertemu dengan adiknya itu,ingin rasanya cepat-cepat bertemu dan memeluk tubuh ibotonya itu,melepas semua kerinduan.
Ia langsung menyongsong ke arah tubuh adiknya itu..
“Ito….farida…ini aku ito,abang mu..si Hxxxan..”katanya sambil mendekap tubuh adiknya itu.
Tubuh farida ditancapi berbagai peralatan selang medis,dan tersambung ke layar monitor komputer.
“Ito…sakit apa kau..?amang tahe iboto ki,ikkon songonon ma sitaonon mu hape ito hasian..”katanya sambil menangis terisak..
Farida tampak terbaring,matanya tertutup rapat,dan sama sekali tidak merespon,hanya jemari tanganya sesekali bergerak refleks menandakan masih ada tanda denyut kehidupan.
Ia mengusap usap kepala adiknya itu penuh dengan kasih sayang.
“Sakit apa farida mbak..?”tanya dia pada Sri kawan baik farida itu.
“Dua hari yang lalu,tiba-tiba dia pingsan dan jatuh terjerembab di tempat kerja,kepalanya membentur benda keras..”
“Hah…!!”katanya keget..
“Emang farida kerja dimana selama ini mbak,bidang apa,sejak kapan?”tanyanya penuh selidik..
Kemudian Sri menceritakan semuanyaMula sejak pertama mereka bertemu.di daerah Negara bagian Kelantan,saat farida terdampar disana,kemudian ia mengajak farida tinggal bersama nya,hingga ahirnya berkat usaha dan kegigihanya,dia diterima bekerja disebuah perusahaan tempat bekerja kami sekarang.
“Sudah hampir tiga tahun aku dan farida bekerja di perusahaan yang sama di Malaysia ini mas..”kata Sri,menjelaskan.
Di Ruang selasar lantai 8 Rumah sakit itu,kemudian ia dan Sri melanjutkan cerita perjalanan farida hingga sampai ke Malaysia.
Matanya tampak berkaca kaca mendengar penuturan sri.
“Farida juga selalu menceritakan tentang mas,ia menggambarkan mas,seorang abang,kakak yang ia kagumi,penyayang,mandiri dan seorang pekerja keras,ia juga sering mengatakan rindu kepada Ibunya yang sudah lama meninggal,rindu kepada mas,rindu akan semua masa-masa kecil dahulu,sebelum kebahagian itu dirampas oleh waktu,waktu yang tidak adil..”kata Sri menyampaikan semua kata-kata yang pernah diceritakan Farida padanya.
“Farida sosok wanita tangguh mas,ia seorang pejuang,tak mengenal kata menyerah,ia tak mau merepoti orang lain,tapi satu hal.ia sepertinya tidak menyukai ayahnya.sering kali ia seperi tersindir jika kami bercerita mengenai sosok ayah,wajahnya seperti dipenuhi amarah dan kebencian jika menyinggung tentang sosok ayah..”kata sri melanjutkan.
“I hate him..”kata sri mengutip ungkapan farida tentang sosok Ayahnya itu.
“Ya kurang lebih begitulah mbak,semua yang diceritakan farida memang apa adannya,kami berdua harus terpisah sejak kecil,oleh karena keadaan..”katanya melanjutkan,matanya menatap kesatu arah kejauhan sana.
Dua hari kemudian.
Perkembamgan kesehatan farida mulai semakin membaik,tangan nya mulai merespon gerakan,matanya mulai terbuka perlahan lahan,bayangan matanya menatap sosok wajah,yang masih terasa asing baginya.
“Abaaaaa….ng..?”kata farida,dengan suara perlahan,bahkan nyaris tak terdengar,saat melihat wajah abangnya persis duduk disampingnya.
“Ia ito…ini aku abang mu,Hxxxan,aku disini ito..”
seketika tangis farida langsung pecah,dan berusaha memeluk tubuh abangnya,mereka saling berpelukan,menangis meluapkan kerinduan masing-masing.
“Kemana saja kau bang selama ini…huu..huu..huu…”kata farida sambil menepuk nepuk punggung ibotonya itu,seakan meluapkan rasa kesal sekaligus rasa rindunya selama ini.
“Ia..aku sudah disini ito..maafkan aku itoku…”jawabnya sambil menangis sesengukan.
Sri yang sejak tadi berada diantara mereka menyaksikan situasi yang mengharu biru itu,turut menitikkan air mata,ia merasa amat terharu sekaligus terhenyuh akan situasi itu.
Setelah farida pulih dan sehat,ia mengikuti ajakan ibotonya,supaya ikut ke jakarta agar ia bisa melanjutkan kuliahya,seperti yang ia cita citakan semenjak kecil.
Kini.farida sedang kuliah disalah satu Universitas di bilangan Jakarta Barat,mengambil jurusan Bisnis Managemen,dan kini telah memasuki semester tiga.**
Demikian.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

SDT PAID TO READ EMAILS

LINK QUIZ






 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. abner lumbantoruan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger