Home »
» Boru ni Tulang
Boru ni Tulang
Written By Unknown on Friday, 4 December 2015 | 13:36
Sayup-sayup terdengar suara merdu dari salah seorang crew pesawat,yang mengumumkan bahwa sesat lagi pesawat akan mendarat di Bandara Internasional Kualanamu,mataku masih terkantuk-kantuk dan kucoba menyegarkan diri serta memasang kembali sabuk pengaman yang sejak mengudara dari Bandara Sukarno -Hatta kubiarkan terbuka agar lebih leluasa dalam tidurku,perjalanan selama 9 jam setelah sebelumnya transit di Dubai dan Changi di Singapura ahirnya tiba di Tanah Air,penerbangan yang melelahkan terasa sirna seketika saat roda Pesawat berjenis Boeing 777 itu,menyentuh landasan.
Saat menuruni tangga pesawat,perasanku makin membuncah
Aku tidak begitu mengenal Bandara ini,karena saat meninggalkan kampung halaman sekitar 15 tahun yang lampau, aku berangkat dari Bandara Polonia Medan,Bandara Kualanamu sangat berbeda dengan Polonia dalam ingatanku dulu.
Sambil berjalan menuju ruang tunggu bagasi,pandanganku menatap liar ke sekeliling ruangan,Disain interiornya terkesan modern dan apik,lantai dilapisi karpet bermotif minimalis,ruangan dilengkapi dengan sirkulasi udara langsung,sehingga tak perlu memakai penyejuk ruangan(AC)demikian juga pemanfaatan cahaya matahari,yang bisa langsung menembus masuk ke
Ruangan,sehingga dapat mengurangi penggunaan listrik diwaktu siang,dan pastinya disain dan arsitektur bangunan modern Bandara,yang baru diresmikan pengoperasiannya setahun yang lalu ini, hemat energi dan ramah lingkungan.
Sampai diluar Bandara,kucoba mengikuti rekomendasi dari seorang sahabat baikku,Damanik di Roterdam,kebetulan kampung halaman-nya di Siantar,agar aku mencari Taxi resmi Air Port khusus tujuan P.Siantar,karena bisa dibooking hingga ke alamat tujuan,tentu harus mengeluarkan biaya ekstra tambahan lagi.
Kijang innova berwarna hitam ahirnya meluncur meninggalkan bandara Kualanamu,bersama beberapa penumpang lainnya menuju Pematang siantar
Sepanjang perjalanan dari Bandara Kualanamu yang kami lewati,sama sekali tidak ada perubahan yang drastis,keadaan-nya sama persis saat kutinggalkan sekitar 15 tahun yang lampau.
“ah,,tak ada yang berubah di lubuk pakam ini ya bang?”tanyaku kepada sang sopir untuk memulai percakapan yang sedari tadi tampak membisu,begitu juga dengan lima orang penumpang lainnya,”Ya,kek gitulah bang,dari dulu sampai sekarang,tak ada perubahan,”jawab yang ditanya.
Saat berada di sei rampah,hanya satu yang menandakan perubahan kota itu, yaitu perempatan baru yang dilengkapi lampu lalu lintas
“Nah,,inilah yang berubah itu bang,,hehehe…”,kata sang sopir itu lagi kepadaku,sembari menghentikan laju mobil tepat di Trafic ligth yang tiba-tiba menyala merah sambil terkekeh.
Kami pun tiba di Bengkel,ini nama daerah antara Tebing tinggi dan Tanjung morawa,mungkin sudah peraturan perusahaan Taxi ini wajib berhenti di salah satu loket yang sudah ditentukan,untuk istirahat sejenak,atau sekedar belanja oleh-oleh,yang konon terkenal sebagai ciri khas Bengkel,yaitu Dodol bengkel.
Saat melanjutkan perjalanan menuju pematang siantar,kucoba tidur sejenak karena sepanjang perjalanan,tidak ada pemandangan untuk dinikmati,yang ada hanya deretan batang pohon karet dan kebun sawit yang membuat mata terasa kian lelah.
“Bang,,hoi bang…”
“Bang,,,”
Suara sang sopir yang sedari tadi berusaha membangunkan tidurku.
“Hah,kenapa bang,,kita sudah sampai di siantar ya?”tanyaku masih dengan setengah sadar,sambil melongok keluar jendela mobil.
“sudah bang tapi masih di Rambung merah,abang mau diantar kemana ini?”katanya melanjutkan.
“aku diantar terahir saja,sekalian mau keliling kota siantar ini dulu”jawabku semangat.
Satu per satu ke lima penumpang dalam mobil itu pun diantarkan ke alamat masing-masing,hingga penumpang yang tersisa hanya aku sendiri.
Saat berada di kota Pematang siantar suasananya terasa berbeda,udara-nya lebih dingin dan sejuk,Becak BSA berseliweran dijalan-jalan protokol,deru mesin-nya begitu khas,kendaraan roda tiga yang digunakan sebagai angkutan resmi kota ini,juga menjadi ciri khas kota Pematang siantar selama ini,peninggalan tentara sekutu yang telah di lestarikan sebagai bagian dari peningalan sejarah Perang Dunia ke dua.
Entah kemana saja mobil ini mengantar kan para penumpang itu tadi,hingga tiba saatnya giliranku untuk di antar
“Alamatnya dimana bang”?tanya sang sopir kepada ku
“Sidamanik,,”jawabku singkat
“Bah,,itu udah di luar rute kami bang”
“Ia aku tau,,tapi bisa kan?”
“bisa bang,,tapi tarifnya sama dengan tarif ke siantar-pakam,ya itu kalau abang mau,soalnya ini sudah diluar jangkauan rute resmi kami”.katanya melanjutkan.
Negoisasi tarif pun rampung,ahirnya aku diantar hingga ke sidamanik,sepanjang perjalanan dari siantar menuju sidamanik,pemandangan dikiri kanan jalan dihiasi oleh hamparan sawah yang membentang luas,suatu pemandangan yang tak pernah lagi kulihat dalam kurun waktu yang cukup lama.
Aroma asap sesekali terasa menusuk hidung dari tumpukan jerami yang sedang dibakar disana sini diareal persawahan dikiri kanan sepanjang jalan,sesekali laju mobil bermanufer dan rem mendadak untuk menghindari lobang-lobang yang menganga dibeberapa bagian permukaan jalan menuju Sidamanik.
Selama kurang lebih tiga puluh menit perjalanan,ahirnya kami pun tiba di kampung yang kutuju,
Sidamanik..!!.kampung yang lama ku tinggalkan,jalan yang dulu hanya dilapis aspal kasar berkerikil,kini telah berlapis Hotmix,melewati tanah lapang Sarimatondang,yang dulunya hanya satu jalur,kini telah berubah menjadi dua jalur,dilengkapi dengan separator pembatas jalan,begitu juga dibagian sisi kiri kanan jalan utama Sidamanik itu,dibangun trotoar.
Rumah dan bagunan-bangunan disisi kiri kanan jalan telah banyak yang berubah menjadi bagunan permanen.
Saat tiba di rumah,aku disambut dengan Pelukan hangat dari Ibu,yang biasa kupanggil”Inong”
inong yang sekian lama kutinggalkan dikampung,tubuhnya kian tua dan renta,wajahnya terlihat makin keriput,sorot matanya menatap nanar memandangi tubuhku dari ujung rambut hingga ke ujung kaki dengan seksama,seakan belum percaya akan kehadiranku,yang tiba-tiba sudah berdiri persis dihadapan-nya,tak kuasa aku menahan haru,hingga menitikkan air mata didekapan Inong.
Gelap kian menyelimuti kampung halamanku,suara burung Gagak dan binantang malam sesekali terdengar saling bersahutan memecah sunyinya malam.udara malam yang semakin dingin serasa menusuk hingga ke tulang,satu per satu para kerabat dan tetangga berdatangan ke Rumah kami,untuk menanyakan kabarku,juga kabar yang kubawa dari negeri seberang.
Keesokan harinya,saat mentari pagi mulai menampakkan sinarnya di ufuk timur,aku bergegas bangkit dari tempat tidur untuk jiarah ke makam Among,yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah kami.
aroma semerbak bunga-bunga kopi berwarna putih yang sedang bermekaran disekitar makam among disertai tingkah kicau burung Sipigo diatas pohon Ingou turut menyambut kehadiranku di makam Among dipagi itu.seketika aku langsung memeluk pusara Among,serta menumpahkan semua rasa rindu dan gundah yang selama ini terbelenggu oleh waktu dan jarak ribuan mil jauh-nya.
sejak kecil sosok ayah memang sangat dekat denganku,mungkin karena jarak umurku yang terpaut jauh diantara ke sembilan saudara-saudarku,yang terpaut lima tahun dan posisiku sebagai anak bungsu.
Tanpa kusadari Inong menghampiriku dari belakang sambil memegang pundak ku,inong tau betul apa yang kurasakan saat itu.ucapan-nya seakan menenangkan segala kegalauan pikiranku saat kami berada didepan pusara Among,kemudian Inong membasuh wajahku dan menaburi bunga diatas makam Among.
”Pasahat ma,aha nadibagas roha mi amang”katanya lirih…
Sepulang dari makam among,aku bergegas ke rumah Tulang,yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami,disana aku masih menemukan sosok Tulang yang sama seperti dulu ketika aku masih di kampung ini,guratan di wajah-nya mereflesikan usianya yang kian menua,Rambut nya kian ditumbuhi uban hingga terlihat makin memutih,gaya bicaranya tak berubah,masih seperti dulu,tegas,serius dan adakalanya meledak ledak.
Saat becerita panjang lebar dengan Tulang,tiba-tiba pembicaraan kami langsung mengarah ke jodoh.
”Ah,inilah topik yang paling kuhindari Tulang,”ujarku sambil terkekeh.
“bah,hindari gimana maksud kau,bukan nya umurmu sudah duapuluh tujuh?”
“ia tulang,,memang sudah 27,tapi kalau Tuhan belum menunjukkan jodoh buat kita lantas kita mau bagaimana?”jawabku mencari pembenaran.
“semakin jauh perjalanmu,semakin lupa kau kutengok sama kekeluargaan ini.
“Loh,,maksud tulang bagaimana?aku kurang paham maksud tulang,”jawabku pernasaran.
“Pasti pariban mu si Bintang tak kau kenal lagi sekarang kan?”
dia menyebut nama paribanku paling bungsu itu.
“hmmm,,,,, masih ingat tulang,tapi wajahnya aku sudah lupa,,”
sambil aku berdiri melihat jejeran foto-foto keluarga yang dipajang di dinding tembok ruang utama.
“Dia sudah lulus Kuliah,dan sekarang bekerja di Medan,biasanya dia pulang sekali sebulan,kebetulan minggu besok dia pulang”katanya melanjutkan.
sesekali aku menganguk-anggukkan kepala mendengar semua penuturan tulang,dan berpikir sosok si Bintang yang dulu kutinggalkan,saat masih duduk dibangku SD kelas empat itu,meski demikian aku tetap mempertimbangkan saran dan masukan yang diberikan oleh tulang,dan yang pasti seperti nya dia amat serius akan hal ini,karna aku tau persis sosok Tulang ini sejak dulu.
Keesok hari-nya sambil bercita-cerita dengan Inong,aku menceritakan apa yang kami perbincangkan kemarin sore dengan Tulang sewaktu di rumah-nya,dan sengaja mengorek informasi tentang Bintang,aku menanyakan beberapa hal kepada Inong,seperti apa sikapnya terhadap inong selama ini,belum selesai aku menanyakan hal itu kepada inong,ia langsung memotong pembicaraan ku.“Rikkot do ho amang tu Tulang mi?”
Aku diam sejenak sembari mencoba memahami maksud ucapan Inong.
“Alana rikkot jala holong do roha ni tulang mi marnida ho,jala rikkot do si Bintang maradophon au saleleng on amang.”kata inong melanjutkan.
Sorot mataku menatap dalam ke arah inong,mencoba mengartikan ucapan yang baru saja dikatakan-nya tentang si Bintang
Inong melanjutkan,jauh hari sebelumnya mereka sudah membicarakan semua tentang rencana ini,sambil menunggu kedatanganku nantinya,walaupun kepulanganku kian tak pasti,terlebih 5 tahun terahir,saat Inong tak Menyetujui Hubungan ku dengan Suzane,warga Negara Jerman yang pernah kuceritakan kepadanya,kala itu inong sempat meradang karena tak ada sedikit pun terlintas dalam pikiran-nya memiliki menantu/parumaen seorang “Bule”.
“Jangan kau harap aku setuju..!!”
kata inong kepadaku diujung pembicaraan kami melalui telepon ketika itu dengan nada ketus.
ditambah lagi tak satu pun diantara kami anak lelaki inong yang menikah ke pariban-nya,(marboru tulang)maka ada niat Tulang dan inong untuk tetap mengikat hubungan pertalian saudara antara Inong dan pihak tulang,dengan cara seperti ini.
Dan diahir pembicaraanku dengan inong malam itu,dia mengatakan”keputusan semua di tangan mu amang dan inong tak pernah memaksakan.”
Sebelum beranjak tidur,aku mencoba membayangkan seperti apa sosok dan wajah si Bintang yang tak pernah lagi kulihat selama 15 tahun,yang kini umurnya pasti kian bertamabah,bagaimana mungkin kami bisa saling menerima sementara kami belum saling mengenal pribadi masing-masing?bukahkah ini keputusan yang terlalu terburu-buru jika kami harus dijodohkan oleh karena atas kehendak kedua orang tua,bukan karena dasar cinta dan saling menyayangi satu sama lain?namun apa pun itu aku akan coba,dan yang paling penting,aku berharap tidak mengecawakan inong serta tulang,pikirku masih diliputi keragu-raguan.
Sabtu sekitar pukul sebelas siang,aku sengaja berangkat ke suatu tempat dimana ketika masih sekolah tempat ini sering kami kunjungi bersam kawan sebaya kala itu,tak ada yang berubah dengan tempat ini,dan selalu menghadirkan suasana damai dan romantis,lokasinya berada diketinggian,udaranya masih tetap dingin seperti dulu,dengan pemandangan menghadap langsung ke Danau Toba,turut menambah suasana eksotis
Dolok Simarjarunjung.!!
Sore kian ramai di Simarjarungjung,oleh para kaum muda/mudi untuk sekedar menghabiskan malam minggu bersama pasangan-nya masing-masing.
Tubuhku kusenderkan dibawah pohon rindang,semilir angin yang berhembus kencang menembus dahan pohon pinus itu,bersuit saling bersahutan,pandangan mataku tertuju kearah hamparan Danau Toba yang memesona itu,sesekali tanganku sibuk mengutak atik Gadget untuk mengurangi rasa bosan yang mulai mendera.Dua tahun yang lalu,Suzane Kohler,gadis bermata biru,berkulit putih dan hidung mancung,warga negara Jerman pernah menghiasi relung hatiku,ketika kami sama-sama bekerja di Perusahaan yang sama,ketika itu dia ditugaskan dari Kantor Pusat,sebagai tenaga analisis,sebuah Corporation eksplorasi Minyak yang berbasis di Texas,Amerika Serikat.
Kisah awal percintaanku dengan suzane tergolong unik,kisah dua sejoli yang dipersatukan oleh cinta walau berbeda negara,bahasa,suku,budaya kulture masing-masing,namun kekuatan cinta dapat menembus sekat-sekat pembatas atas semua perbedaan itu.seperti judul lagu yang dilantunkan oleh penyanyi kesohor Celine Dion
“The Power Of Love”
kekuatan cinta mampu mengalahkan segalanya.
Kisah perjalanan cinta kami hanya berumur satu tahun,terhitung sejak suzane ditarik kembali ke Kantor pusat,walau ketika itu dia tetap berusaha membujuk ku agar ikut bersamanya ke AS,bahkan merencanakan untuk hidup bersama disana.aku menolak tawaran itu dengan halus,buatku tidak ada status hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah,sebagaimana kebiasaan itu suatu hal yang lumrah bagi warga negara AS dan Eropa pada umumnya,bahkan walaupun suzane yang kala itu berpenghasilan hampir 3x lipat dari penghasilanku per bulan nya dan mendapat previlese lainya dari perusahaan,tak membuatku tergiur bagiku mengikuti suzana ke AS,itu berarti aku siap kehilangan jati diriku sebagai orang Batak,bahkan bisa kehilangan keluarga,terutama Inong.(walaupun kesimpulanku ini tak punya dasar yang kuat)yang selama ini kubangga-banggakan kepada-nya tiap kali kami ngobrol santai atau jika sedang terlibat diskusi serius,kala topik pembahasan kami mengenai budaya dan culture masing-masing.
Suatu ketika misalnya,saat kami berdebat dan beda pendapat tentang Tentara Nazi yang saat itu dipimpin oleh sang diktator Adolf Hitler,yang memusnakan keturunan Bangsa Yahudi dari muka bumi ini.
Sebagai seorang yang mengaku pengagum Nelson Mandela dari Afika selatan dan Mahatma Ghandi dari India ini,dia juga menunjukkan sikap kritis dan tegasnya atas kekejaman masalalu yang dilakukan oleh sang diktator Adolf Hitler pada masa itu,sebagaimana pendapat para kaum muda terdidik Jerman,bagi mereka,sebuah tindakan kejahatan kemanusiaan masa lalu tetaplah kejahatan,tak ada toleransi atau bahkan pembelaan,walaupun bagi sebagian warga Jerman,masih ada yang menganggap sosok Adolf Hitler sebagai Pahlawan yang layak dipuja atau bahkan mengkultuskan sang”Fuhrer”itu.
Dengan kemampuanya mengurai satu peristiwa sejarah secara detil,dalam penyampainya suzane juga berusaha menyajikan penjelasan lebih konkrit,yang selama ini tak diketahui oleh umum,termasuk mengenai Bangsa aria,tentara Nazi dan relevansinya terhadap kasus”Holocaust”bagi bangsa Yahudi maupun saat gejolak Perang Dunia ke-dua diseluruh daratan Eropa.
Pengetahuanya yang cukup mumpuni wawasan yang luas menjadikan Suzana seorang Intelektual muda cantik dan berbakat,setidaknya itu menurut penilaianku secara pribadi.
Argumen-nya selalu diperkuat satu sumber,sebagai rujukan untuk menguatkan fakta-fakta yang memiliki dasar yang kuat dan otentik,hal itu dia gunakan untuk membangun konstruksi argumen-nya tiap kali kami berdiskusi.
Pemahaman Suzana yang Luwes juga kian mempengaruhi cara berpikirku terhadap satu masalah dari sudut perspektif yang berbeda,latar belakang-nya sebagai Analisis juga turut mempengaruhi cara berpikirnya,yang menurutku rada konservatif.dia juga seorang yang kristis saat membahas hal-hal krusial dan termasuk juga isu-isu terkini.
Namun sekali lagi,kisah perjalanan cintaku dengan Suzana harus berahir di Negeri orang,dia sangat menghargai pribadi orang lain,termasuk prinsip yang kuanut,demikian juga denganku,aku harus menghargai setiap perbedaan kami.
Kepulangan-nya kembali ke Jerman praktis menutup semua lembaran kisah cinta pragmatis yang selama satu tahun kami jalani.walau sesekali kami masih saling komunikasi via email atau media skpy.hingga ahirnya hubungan komunikasi kami benar-benar terputus setelah kutau dia menikah dengan lelaki sesama warga negara Jerman.
Tiba-tiba dua orang Gadis berusia belia menghampiri ku
“Bang,,bisa pinjam handphone sebentar gak.mau sms teman”
kata salah seorang gadis yang tiba-tiba berdiri dihadapanku,setelah kuberikan sepertinya dia menghubungi seseorang,entah itu siapa,dan setelah itu dia mengembalikan-nya kembali kepadaku serta mengucap terima kasih.
“oh ia,,,marga apa bang?”katanya lagi sambil menyodorkan tangannya
“Silalahi”jawabku dengam senyum tersungging.
“Herlina boru manik,,” jawabnya lagi,sembari kedua tangan kami saling besalaman.
“oh ya,paribanku kalau begitu,mama boru manik,,”jawabku singkat
“wah,,,pariban ternyata” jawab nya lagi.
tapi entah kenapa gadis
yang awalnya mengaku bernama Herlina ini gampang sekali tersenyum saat itu,obrolan kami begitu cair dan cepat nyambung,dan semakin lama kian ada getaran-gataran yang kurasakan kala itu,kemudian obrolan kami lanjutkan di sebuah warung.bercerita pengalaman kami masing-masing,dan diahir pembicaraan kami yang singkat itu,kami sepakat untuk kembali bertemu besok hari minggu di tempat ini.
Saat aku bangun pagi,inong mengatakan padaku bahwa si Bintang pulang dari Medan,” dia kemarin datang ke rumah tapi inong bilang kau sedang pergi ke Dolok Simarjarungjung
“Pergilah kau kerumah Tulang mu jumpai paribanmu itu.”kata inong membujuk ku.
“nanti sore saja inong,aku mau ke dolok panatapan?
“memang siapa mau kau jumpai disana?”tanya inong menyelidik,aku hanya tersenyum kepada-nya,
Siang itu aku bermaksud hendak ke rumah Tulang,habis itu ke Simarjarunjung untuk bertemu kembali dengan si boru manik yang berhasil membuat jantungku berdegup kencang dan penasaran itu.
Ketika tiba di rumah Tulang,tak tampak ada sosok gadis disana
“kemana si Bintang Tulang,,kata inong dia sudah pulang dari medan”.
”bah,memang belum ketemu kalian,dia kemarin dari rumah,,”
“ia Tulang kata inong juga begitu,kemarin aku ke simarjarunjung makanya kita tidak ketemu,”
“barusan dia pergi sama kawan-kawan-nya naik kreta(motor)katanya mau ke rumah kawan-nya,dan pulangnya katanya sore,entah mau kemana mereka itu,”kata tulang melanjutkan.
aku pun pamit dari rumah Tulang dan segera meluncur ke Dolok Simarjarunjung
Saat aku tiba disana,kulihat si boru manik telah menungguku di tempat kemarin kami bertemu,segera aku menghampiri nya.
“Sudah lama menunggu ya”
sapaku basa basi,senyum manis pun segera mengembang dari bibir tipis-nya yang mirip seperti bibir aktris Hollywood Cathrine Zeta Jones itu.
“ah,,,tidak juga kok iban,,baru cuma lima menit”
jawabnya manja.
dari Dolok Simarjarunjung,kemudian aku mengajaknya ke tepi pantai Danau Toba, dekat sebuah Tanjung,di iringi hembusan semilir angin dari arah Pulau Samosir yang terlihat jelas diseberang danau toba.gemercik hempasan suara ombak membentur bebatuan yang berserak ditepi pantai kian menambah suasana romantis disore itu.
senja kian beranjak,semakin menambah suasana romantis saat itu,pantulan cahaya jingga berkilauan diatas riak-riak danau toba.
Obrolan kami mengalir datar,hingga ahirnya
pembicaraan kami sampai pada topik mengenai jodoh,dan ahirnya kuceritakan apa yang sedang kualami kini,dengan setia dia medengarkan semua ceritaku,dia berusaha menjadi seorang pendengar yang baik,dan memberi masukan,atas apa yang dia anggap baik,cara pandang-nya menyikapi sesuatu persoalan tergolong dewasa dan luwes,gaya bicaranya sedikit manja,namun tetap menunjukkan ketegasan dan penuh prinsip ,”sungguh manis pariban ku ini”diam-diam rasa kagumku kian membuncah kepadanya.
“jika aku jadi abang maka aku akan kejar pariban abang itu,apalagi selama ini menurut cerita namboru(inong),pariban abang itu sangat baik kepada namboru,jadi apa lagi yang abang tunggu,,?bukankah semua kebaikan yang selama ini ditunjukkan pariban abang itu sudah menjadi satu bukti yang sangat jelas?”adakah pertimbangan lain yang membuat abang ragu,?atau jangan-jangan beberapa kriteria tidak masuk dalam daftar abang dari pariban mu itu..?”
Dia memberondong ku dengan pertanyaan yang bertubi tubi,seakan tak memberiku kesempatan.
“Bukan begitu pariban…”
kataku sambil mengela nafas dalam-dalam
“Tapi kenapa,,sudah cukup jelas kan?”
“tak ada alasan buatku untuk membuat satu kriteria atau penilaian,apalagi ini pariban kandungku sendiri,”
jawabku mencoba memberi penjelasan
“bang,cobalah untuk bersikap realistis akan semua ini,percaya lah,ini semua demi kebaikan abang,dan keluarga,dan aku yakin ini yang terbaik buat abang,percayalah..”
katanya melanjutkan.
Perasaanku jadi kikuk,apalagi ketika mendengar pendapat dan dukungan-nya itu,aku merasa jadi serba salah,padahal jauh dilubuk hatiku,aku mulai menyukai nya.
dan ahirnya dengan sisa-sisa keberanian dalam diriku,aku pun harus berkata jujur dan terus terang kepadanya tentang perasaan ini.
“pariban,kalau aku boleh jujur sekarang,aku mau katakan yang sesungguh-nya,,sejak pertama sekali bertemu dengan mu,aku merasakan ada sesuatu getaran yang sangat berbeda,aku tidak tau,memulai dari mana,bahkan sulit buatku untuk menerjemahkan-nya apa yang kini kurasakan terhadap iban,”
kataku berterus terang.
“Cukup bang,aku masih memiliki perasaan,apalagi sesama wanita yang notabene sama-sama boru manik,aku pasti tiadak ada apa-apa nya di banding dia,jadi sekali lagi,aku mohon maaf,aku pulang duluan ya bang,salam sama pariban abang itu”
katanya dengan rada ketus.
“Tapi iban…”
belum sempat aku meneruskan ucapanku tiba-tiba dia berlalu begitu saja meninggalkan ku.pupus sudah harapanku..!!
Waktu kian beranjak sore kuhabiskan sisa waktu untuk menyediri ditepi Pantai Tanjung Unta itu,aku berusaha menenangkan diri,serta membuang jauh-jauh pikiran yang sempat membuatku berbunga bunga,dan jantung bergegup kencang. sesekali tanganku memainkan gemercik air yang saling berkecipakan,sorot mataku menatap nanar penuh hampa.
segera aku bangkit dan bergegas pulang dengah langkah kaki yang lunglai.
Dari sana aku langsung menuju ke Rumah Tulang untuk bertemu dengan si Pariban Bintang,karena aku sudah sempat bilang tadi siang pada tulang untuk kembali lagi saat malam tiba,ketika aku tiba disana,aku duduk di Ruang Tengah,di atas kursi sofa itu terletak tas berwana hitam pearl,sama persis seperti yang di kenakan Boru manik yang begitu saja meninggalkanku tadi sore Tanjung Unta.
“ah…mungkin saja tas yang sama,toh dimana-mana banyak jenis dan warna tas yang sama”pikirku mencoba menepis rasa curiga.
Saat Tulang memanggil si Bintang dari kamarnya,maka rasa penasaranku kian menbuncah,terasa dengan keringat yang membasahi telapak tanganku,hening dan rasa penasaranku kian memuncak.
namun…!!!
“hah……..??”
Alangkah terkejutnya aku saat itu,sosok gadis yang keluar dari kamar dan menghampiriku tak lain dan tak bukan adalah si boru manik yang meninggalkanku tadi sore di pantai itu.
“Hah,,Herlina yang tadi sore kan?”
belum selesai rasa kebingunganku tehadap nya,tanganku langsung dia tarik keluar menuju teras rumah
“kenapa,abang kaget,abang bingung,,?
abang masih memilih boru manik yang ketemu di dolok simarjarunjung tadi sore itu?
atau sekarang memilih si Bintang?jawab bang.”..!!
ia menghujaniku dengan bertubi-tubi pertanyaan.
sekilas kulihat tulang serius mendengar perdebatan kami itu dari ruang tengah,yang hanya dibatasi jendela kaca.
“ini semua strategi kamu sebelumnya”?tanyaku masih belum percaya
“ia bang,,aku sengaja,karena aku yakin,,abang tidak kenal lagi denganku sekarang,tidak kenal lagi sama Bintang yang dulu abang tinggalkan waktu umur 10 tahun,makanya aku bersandiwara menjadi orang lain sejak kemarin,aku sengaja datang ke Dolok Simarjarunjung menyusul abang saat namboru mengatakan abang lagi pergi ke sana”
katanya melanjutkan,dengan sikapnya yang berubah menjadi sedikit manja.
Tak lama kemudian aku pamit kepada tulang untuk mengajak si Bintang ke Rumah kami,untuk bercerita lebih detail tentang sandiwara yang tengah dia lakoni sebelumnya.
Sesampai di rumah,aku menceritakan semua itu pada Inong,inong hanya tersenyum simpul sambil menatap kearah Bintang.
Kemudian dia menanyakan kembali kepadaku siapa yang kupilih antara si Bintang dan boru manik itu
“Aku pilih Herlina”kataku lugas
“Kenapa?”protes Bintang.
“karena Herlina yang pertama kali kami bertemu di Simarjarunjung itu,berhasil membuatku jatuh cinta,”jawabku sok puitis
Kemudian kami tertawa lepas
Di depan Inong kukecup kening sipariban,sebagai tanda bahwa aku mencintainya dengan sepenuh hati,hingga ahirnya nanti satu ikatan pernikahan akan menyatukan kami untuk selama-lamanya,dan tentunya inilah yang menjadi keinginan keluarga dan juga keluarga besar Tulang ku.
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 comments:
Post a Comment